Bentuk dan Sistem HAM di Indonesia
1. Perlindungan HAM sebagaimana Terdapat dalam UUD 1945
Indonesia seperti negara-negara lain di dunia, mengalami pasang surut dalam perkembangan dan proses penegakan HAM. Proses penegakan HAM di Indonesia sejak Indonesia merdeka hingga dewasa ini mengalami perubahan dan perkembangan yang lebih baik. Hal ini karena adanya kesadaran dari masyarakat Indonesia sendiri dan adanya tekanan serta opini masyarakat internasional tentang pentingnya penegakan hak asasi manusia.
Sejak indonesia merdeka, sesungguhnya telah memberikan pengakuan dan perlindungan HAM bagi warga negaranya, jauh sebelum PBB mencetuskan Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan sedunia hak-hak asasi manusia). Pengakuan dan perlindungan HAM bagi warga negara Indonesia tersebut diabadikan dalam konstitusi negara yaitu dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan piagam HAM bagi bangsa Indonesia.
Landasan Hukum Penegakan HAM di Indonesia, yaitu :
a. Landasan idiil (Pancasila) sila ke-2: "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Landasan idiil merupakan landasan filosofis dan moral bagi bangsa indonesia untuk senantiasa memberikan penghormatan, pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
b. Landasan konstitusional (UUD 1945) yakni:
- Pembukaan UUD 1945 alinea ke-1 dan ke-4.
- Pasal 27, pasal 28, pasal 28 A sampai pasal 28 J, pasal 29, pasal 30, pasal 31, pasal 32, pasal 33, dan pasal 34 UUD 1945.
UUD 1945 menjadi landasan yuridis bagi bangsa dan negara Indonesia dalam memberikan penghormatan, pengakuan, perlindungan serta pengakuan HAM di Indonesia.
c. Landasan operasional, yakni landasan pelaksanaan bagi penegakan HAM di Indonesia yang meliputi aturan-aturan pelaksana, seperti:
- TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Ketetapan ini menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur pemerintahan untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman tentang HAM.
Ketetapan ini juga mengatur tentang kewajiban asasi manusia, antara lain setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain, setiap orang wajib untuk ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan setiap orang wajib tunduk kepada undang-undang dalam menjalankan hak dan kebebasannya.
- UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang ini menjadi landasan pelaksana yang amat penting dalam upaya penekan HAM di Indonesia.
Undang-undang ini selain berisi tentang aturan-aturan dalam penghormatan dan perlindungan HAM, juga berisikan sanksi-sanksi bagi para pelaku pelanggaran HAM. Hak asasi manusia yang diatur oleh UU No. 39 Tahun 1999 antara lain hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak memperoleh rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak wanita, dan hak anak.
- UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia: Undang-undang ini mengatur pelaksanaan proses pengadilan bagi para pelaku kejahatan kemanusiaan.
Namun undang-undang ini tidak dapat berlaku surut artinya para pelaku kejahatan kemanusiaan atau pelanggar hak asasi manusia itu jika terjadi sebelum undang-undang ini disahkan maka mereka tidak dapat dituntut di muka pengadilan, dan para pelanggar hak asasi tersebut akan luput dari jeratan hukum.
- Kepres No. 50 Tahun 1993 tentang pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM.
Komisi ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan perlindungan terhadap hak asasi manusia, dan menjadi tonggak sejarah dalam proses penegakkan hak asasi manusia di Indonesia. Meskipun telah banyak produk hukum dibuat untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia, namun pelanggaran dan pelecehan terhadap hak asasi manusia masih tetap terjadi di dalam masyarakat. Banyak kasus pelanggaran dan pelecehan hak asasi manusia yang terjadi karena tidak dipahaminya aturan-aturan yang ada, baik oleh aparatur penegak hukum ataupun oleh masyarakat itu sendiri.
2. HAM sebagaimana Terdapat dalam UU No. 39 Tahun 1999
Dengan dibuatnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia berusaha untuk menerapkan HAM dalam kehidupan sehari-hari. Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak-hak asasi manusia (HAM) yang terdapat di dalam UU No. 39 Tahun 1999, yaitu :
a. Hak untuk hidup
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya, serta setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. Selain itu, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Hak mengembangkan diri
Setiap orang berhak atas periindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.
d. Hak memperoleh keadilan
Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.
e. Hak atas kebebasan pribadi
Setiap orang berhak memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif untuk membangun masyarakat bangsa, dan negaranya.
f. Hak atas rasa aman
Setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain dan setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
g. Hak atas kesejahteraan
Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.
h. Hak turut serta dalam pemerintahan
Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
i. Hak wanita
Wanita berhak memperoleh haknya dalam bidang pendidikan, pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Wanita juga berhak untuk memilih, dipilih diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi yang sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
j. Hak anak
Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Selain itu, setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik dan mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.
Oleh karena sedemikian berat tanggung jawab yang harus dipikul oleh anak-anak, maka ia perlu diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan akhlaknya. Selain itu, anak-anak perlu mendapatkan perlindungan untuk pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Agar hal ini dapat terwujud, maka diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaan hak anak tersebut.
Di dalam pasal 13 UU No. 23 Tahun2002 tentang perlindungan anak, dijelaskan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
c. penelantaran
d. kekejaman, kekerasan dan penganiayaan
e. ketidakadilan
f. perlakuan salah lainnya
Sedangkan di dalam pasal 15 undang-undang tersebut dijelaskan tentang kewajiban setiap anak yaitu :
a. menghormati orang tua, wali dan guru
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman
c. mencintai tanah air, bangsa dan negara d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya
e. melaksanakan etika dan akhlak mulia
Didalam pasal 26 Undang-undang itupun dijelaskan tentang kewajiban dan tanggung jawab orang tua yaitu:
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak
d. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaanya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab tersebut dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada pasal 48 dan 50 undang-undang tersebut menjelaskan tentang hak pendidikan yang dimiliki setiap anak. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Adapun pendidikan tersebut diarahkan pada:
a. pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal
b. pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi
c. pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan oeradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri
d. persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab
e. pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup
B. Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
1. Upaya-upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Perlindungan
Sejarah pekembangan Hak Asasi Manusia dimulai sejak adanya kesadaran dari umat manusia akan arti pentingya nilai-nilai kemanusiaan.
Munculnya kesadaran untuk memperjuangkan dan menegakkan hak asasi manusia dilatarbelakangi oleh peristiwa penindasan, ketidakadilan, penistaan dan kezaliman yang dilakukan oleh penguasa. Dalam upaya melawan segala bentuk kezaliman dan penindasan para penguasa, lahirlah para tokoh, pejuang hak asasi manusia, yang disertai lahirnya dokumen atau piagam hak asasi manusia untuk mencegah terjadinya kembali penindasan dan kezaliman terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Oleh karena itulah, Pemerintah Indonesia melakukan upaya penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia bagi semua warga negara berdasarkan prinsip-prinsip kesatupaduan, keseimbangan dan pengakuan atas kondisi nasional. Prinsip kesatupaduan itu berarti bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam penilaian pelaksanaannya.
Banyak sekali upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pemajuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia, antara lain :
a. Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004 dengan pembentukan kelembagaan dan pembuatan peraturan perundangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
b. Dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999.
c. Pembentukan Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan dengan Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998.
d. Pembentukan Kantor Menteri Negara Hak Asasi Manusia tahun 1999 yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan, kemudian berubah menjadi Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
e. Disahkannya Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
f. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
g. Pengesahan peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan hak asasi manusia dan penambahan pasal-pasal khusus mengenai hak asasi manusia dalam amandemen UUD 1945.
h. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Indonesia Tahun 1998-2003 yang selanjutnya direvisi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2003.
RANHAM Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan rencana umum untuk meningkatkan penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia, termasuk untuk melindungi masyarakat yang rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
Di dalam Propenas Tahun 2000-2004 tercantum visi bangsa Indonesia di masa depan mengenai masyarakat dan hukum sebagai berikut:
a. Terwujudnya kondisi aman, damai, tertib dan ketenteraman masyarakat
b. Terwujudnya sistem hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia berlandaskan keadilan dan kebenaran.
Sementara itu, di dalam Keputusan Presiden No. 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Indonesia tahun 2004-2009. Di dalamnya dijelaskan bahwa RANHAM Indonesia adalah untuk menjamin peningkatan, penghormatan pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Program utama RANHAM Indonesia tahun 2004 - 2009 ada enam, yaitu:
a. Pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM.
b. Persiapan ratifikasi instrumen hak asasi manusia internasional.
c. Persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan,
d. Diseminasi dan pendidikan hak asasi manusia.
e. Penerapan norma dan standar hak asasi manusia.
f. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
2. Hambatan dalam Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
Upaya dalam memberikan pemajuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia pada kenyataannya masih menghadapi kendala atau hambatan dan tantangan yang besar. Hambatan dalam pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM justru datang dari aparatur negara yang bertanggung jawab dan berkewajiban menegakkan hak asasi manusia. Seringkali aparatur negara bertindak demi hukum dan tugas melampaui batas wewenangnya sehingga menimbulkan pelanggaran dan pelecehan terhadap hak asasi manusia. Akan tetapi tidak sedikit kasus hak asasi manusia disebabkan oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat terlalu egois dan memaksakan kehendak agar hak asasinya dipenuhi, tetapi masyarakat lupa bahwa mereka juga punya kewajiban hak asasi yang harus dilaksanakannya.
Secara garis besar hambatan yang dihadapi dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia dapat kita identifikasi seperti berikut:
a. Masalah sosial budaya
- Rendahnya keadaan masyarakat akan pentingnya hak asasi manusia yang terjadi akibat ketimpangan stratifikasi sosial masyarakat.
- Adanya norma adat dan budaya masyarakat yang berkaitan dengan kebiasaan, upacara, kedudukan sosial yang bertentangan dengan HAM.
- Rendahnya sumber daya manusia khususnya aparatur penegak hukum seperti hakim, jaksa sehingga menghambat proses penegakan HAM.
- Adanya konflik sosial yang sering terjadi di masyarakat sebagai konsekuensi masyarakat majemuk yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM.
b. Masalah informasi dan komunikasi
- Terhambatnya informasi dan komunikasi tentang pentingnya penegakan HAM sebagai akibat keadaan dan kedudukan geografis Indonesia.
- Rendahnya sarana dan teknologi komunikasi, menyebabkan tidak maksimalnya kemampuan informasi dan berkomunikasi di seluruh wilayah Indonesia.
- Terbatasnya sosialisasi tentang HAM di seluruh wilayah Indonesia karena rendahnya teknologi informasi dan komunikasi.
c. Masalah kebijakan pemerintah
- Adanya kebijakan pemerintah yang mengedepankan kepentingan stabilitas nasional sehingga mengabaikan masalah hak asasi manusia.
- Masih lemahnya pengawasan dari lembaga DPR dan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
- Adanya arogansi aparatur pemerintah, yang sering mendorong kritik dan kontrol sosial dari tindakan pembangkangan.
- Rendahnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan aparatur penegak hukum, sehingga menghambat kinerja penegakan hak asasi manusia dan lain-lain.
d. Masalah perangkat perundang-undangan
- Sulitnya merealisasikan aturan perundang-undangan tentang HAM dalam kehidupan masyarakat.
- Belum disyahkannya hasil konvensi internasional tentang HAM di Indonesia.
Selain hambatan-hambatan seperti diatas, proses penegakan hak asasi manusia di Indonesia juga menghadapi tantangan-tantangan yang berat dan sulit. Tantangan itu antara lain :
a. Amandemen UUD 1945 pasal 28 yang mengedepankan asas non retroaktif, yang artinya hukun tidak dapat berlaku surut. Ini memungkinkan para tersangka atau terdakwa lepas dari jeratan hukum.
b. Adanya prinsip universalitas, artinya bahwa hak asasi manusia bersifat fundamentalis dan berlaku secara umum (universal). Hal ini melahirkan kewajiban kepada setiap anggota PBB untuk menghormati, mengakui dan menjamin penegakan hak asasi manusia.
c. Adanya prinsip negara demokrasi, yang artinya suatu negara disebut negara demokrasi apabila hak-hak asasi manusia diakui, dihormati dan dilindungi oleh negara. Negara memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
d. Adanya prinsip negara hukum, yang artinya bahwa hukum harus dijalankan dan ditegakkan oleh negara untuk menjamin keadilan dan tegaknya HAM.
Namun kenyataannya hukum belum menjadi panglima di negeri ini, kepentingan dan kekuasaanlah yang diutamakan. Sehingga terjadilah penyimpangan-penyimpangan hukum yang pada akhirnya menghambat proses penegakan HAM.
e. Adanya prinsip keseimbangan, yang artinya bahwa hak dan kewajiban asasi setiap warga negara sama. Oleh karena itu pencapaian dan penerapan keduanya haruslah didasarkan pada prinsip keseimbangan. Akan tetapi kenyataan di masyarakat, kecenderungan secara umum masyarakat lebih mengutamakan kepentingan hak-haknya dan mengabaikan kewajiban asasinya. Sehingga ini mengakibatkan terjadinya konflik kepentingan yang akhirnya menghambat proses penegakan HAM.
3. Instrumen HAM Nasional
Hak asasi manusia menggelora di Indonesia diawali ketika terjadi revolusi sosial tahun 1997. Ditandai turunnya kepimpinan orde baru, mulailah babak baru yang disebut dengan era reformasi. Dalam era reformasi ini menggema berbagai tuntutan perlunya menegakkan hak asasi manusia.
Ketika Presiden BJ Habibie berkuasa, terbentuklah suatu undang-undang yang mengatur tentang hak asasi manusia, yaitu UU No. 39 Tahun 1999. Walaupun jauh sebelumnya telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993, perlindungan, dan penegakan terhadap hak asasi manusia terabaikan.
Beberapa instrumen yang dapat dijadikan tolok ukur pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia adalah:
a. Bab XA Pasal 28A - 28J UUD 1945
b. Deklarasi universal hak asasi manusia tahun 1948
c. UU No. 39 Tahun 1999
4. Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
a. Mendukung upaya pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM
Sebagai warga negara, tanpa harus membedakan kedudukan atau status sosialnya, mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama besarnya dalam proses penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Partisipasi yang dapat diberikan oleh setiap warga negara dalam upaya penegakan HAM antara lain:
a) Penegakan HAM dalam kehidupan bermasyarakat
- Mematuhi norma dan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
- Bersama-sama dengan warga masyarakat ikut mencegah perbuatan yang mengarah pada pelanggaran HAM.
- Menghindari sikap dan perbuatan yang dapat merendahkan, melecehkan dan menodai nilai-nilai kemanusiaan.
b) Penegakan HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara:
- Mematuhi dan menaati berbagai peraturan hukum yang berlaku dalam negara.
- Menghindari sikap perbuatan yang dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM.
- Bersama-sama aparat penegak hukum mencegah terjadinya perbuatan yang mengarah pada pelanggaran HAM.
- Melaporkan kejadian atau peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di masyarakat kepada aparat atau pihak berwajib (Komnas HAM).
- Bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan dalam upaya penegakan HAM.
b. Melakukan upaya dalam pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM dalam lingkungan masyarakat
Banyak hal yang dapat kita lakukan dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM di lingkungan masyarakat. Salah satunya adalah dengan pemantapan budaya penghormatan hak asasi manusia melalui usaha sadar untuk menyemaikan, menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan dan rasa kesadaran ke seluruh anggota masyarakat, terutama aparat pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, para pendidik dan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat.
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai hak asasi manusia dapat disemaikan dan ditumbuhkan serta ditingkatkan melalui diseminasi dan pendidikan hak asasi manusia. Cara dan sarana penyampaian hendaknya memperhatikan tingkat, sifat, tempat dan waktu yang ada dan dipandang tepat.
Penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia memerlukan proses panjang, mengingat sifat hak asasi manusia sarat dengan nilai. Pendidikan hak asasi manusia merupakan proses yang dapat berlangsung di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja dalam rangka pembentukan pengetahuan sikap dan tingkah laku yang rasional dan bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah-masalah hak asasi manusia yang berdimensi hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, serta hak atas pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM dalam lingkungan masyarakat antara lain:
1. Melakukan himbauan untuk menghentikan berbagai macam konflik yang sedang terjadi antar-kelompok manusia, kelompok etnis, kelompok bangsa tidak terkecuali antar-penganut agama, baik dalam agama yang sama maupun yang berbeda.
2. Menyadarkan berbagai lapisan masyarakat yang sedang dilanda perpecahan dan konflik untuk mencari penyelesaian melalui dialog. Adapun dialog antar-pihak yang terlibat konflik dapat terjadi apabila :
- Ada kemauan yang tulus dari pihak yang berdialog.
- Semua pihak peduli dan bertekad mencapai titik temu, saling menghormati, menempatkan diri dipihak yang diajak berdialog.
- Peserta dialog mempunyai tempat berpijak yang nyata dalam penghayatan keberadaan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar